Siang itu panas sekali. Matahari bersinar garang. Tapi hal
itu tidak terlalu dirasakan oleh Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah
sebatang pohon yang rindang.
Tiba-tiba saja mimpi indahnya terputus. “Tolong! Tolong! ”
terdengar teriakan dan jeritan berulang-ulang. Lalu terdengar suara derap kaki
binatang yang sedang berlari-lari.
“Ada apa, sih?” kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa
berat untuk dibuka karena masih mengantuk.
Di kejauhan tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya.
“Kebakaran! Kebakaran! ” teriak Kambing. ” Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di
hutan! “
Memang benar. Asap tebal membubung tinggi ke angkasa. Kancil
ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit dan berlari mengikuti
teman-temannya.
Kancil terus berlari. Wah, cepat juga larinya. Ya, walaupun
Kancil bertubuh kecil, tapi dia dapat berlari cepat. Tanpa terasa, Kancil telah
berlari jauh, meninggalkan teman-temannya.
“Aduh, napasku habis rasanya,” Kancil berhenti dengan napas
terengah-engah, lalu duduk beristirahat. “Lho, di mana binatang-binatang
lainnya?” Walaupun Kancil senang karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa
takut. “Wah, aku berada di mana sekarang? Sepertinya belum pernah ke sini.”
Kancil berjalan sambil mengamati daerah sekitarnya. “Waduh,
aku tersesat. Sendirian lagi. Bagaimana ini?’7 Kancil semakin takut dan
bingung. “Tuhan, tolonglah aku.”
Kancil terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah
dilaluinya. Tanpa terasa, dia tiba di pinggir hutan. Ia melihat sebuah ladang
milik Pak Tani.
“Ladang sayur dan buah-buahan? Oh, syukurlah. Terima kasih,
Tuhan,” mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh dengan sayur dan buah-buahan
yang siap dipanen. Wow, asyik sekali!
“Kebetulan nih, aku haus dan lapar sekali,” kata Kancil
sambil menelan air liurnya. “Tenggorokanku juga terasa kering. Dan perutku
keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah.”
Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buahbuahan yang
ada di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia pasti marah kalau melihat kejadian
ini. Si Kancil nakal sekali, ya?
“Hmm, sedap sekali,” kata Kancil sambil mengusap-usap
perutnya yang kekenyangan. “Andai setiap hari pesta seperti ini, pasti asyik.”
Setelah puas, Kancil merebahkan dirinya di bawah sebatang
pohon yang rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. “Oahem,
aku jadi kepingin tidur lagi,” kata Kancil sambil menguap.
Akhirnya binatang yang nakal itu tertidur, melanjutkan tidur
siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah, tidurnya begitu
pulas, sampai terdengar suara dengkurannya. Krr… krr… krrr…
Ketika bangun pada keesokan harinya, Kancil merasa lapar
lagi. “Wah, pesta berlanjut lagi, nih,” kata Kancil pada dirinya sendiri. “Kali
ini aku pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada buah timun kesukaanku.”
Maka Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang
luas itu. “Wow, itu dia yang kucari! ” seru Kancil gembira. “Hmm, timunnya
kelihatan begitu segar. Besarbesar lagi! Wah, pasti sedap nih.”
Kancil langsung makan buah timun sampai kenyang. “Wow, sedap
sekali sarapan timun,” kata Kancil sambil tersenyum puas.
Hari sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon
rindang untuk beristirahat.
Pak Tani terkejut sekali ketika melihat ladangnya. “Wah,
ladang timunku kok jadi berantakan-begini,” kata Pak Tani geram. “Perbuatan
siapa, ya? Pasti ada hama baru yang ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau
binatang lapar yang mencuri timunku?”
Ladang timun itu memang benar-benar berantakan. Banyak pohon
timun yang rusak karena terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun
yang berserakan di tanah. Hm, awas, ya, kalau sampai tertangkap! ” omel Pak
Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya. “Panen timunku jadi berantakan.”
Maka seharian Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya
yang berantakan.
Dari tempat istirahatnya, Kancil terus memperhatikan Pak
Tani itu. “Hmm, dia pasti yang bernama Pak Tani,” kata Kancil pada dirinya sendiri.
“Kumisnya boleh juga. Tebal,’ hitam, dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi…
hi… hi….
Sebelumnya Kancil memang belum pernah bertemu dengan
manusia. Tapi dia sering mendengar cerita tentang Pak Tani dari teman-temannya.
“Aduh, Pak Tani kok lama ya,” ujar Kancil. Ya, dia telah menunggu lama sekali.
Siang itu Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun
yang segar itu.
Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul keranjang
berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil mengomel, karena hasil panennya jadi
berkurang. Dan waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang berantakan.
“Ah, akhirnya tiba juga waktu yang kutunggu-tunggu,” Kancil
bangkit dan berjalan ke ladang. Binatang yang nakal itu kembali berpesta makan
timun Pak Tani.
Keesokan harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat
ladangnya berantakan lagi. “Benar-benar keterlaluan! ” seru Pak Tani sambil
mengepalkan tangannya. “Ternyata tanaman lainnya juga rusak dan dicuri.”
Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak si
pencuri. “Hmm, pencurinya pasti binatang,” kata Pak Tani. “Jejak kaki manusia
tidak begini bentuknya.”
Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si
pencuri. “Aku harus membuat perangkap untuk menangkapnya! “
Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang. Setiba di
rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang menyerupai manusia. Lalu dia melumuri
orang-orangan ladang itu dengan getah nangka yang lengket!
Pak Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu
dipasangnya di tengah ladang timun. Bentuknya persis seperti manusia yang
sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran berkibar-kibar tertiup angin.
Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak Tani.
“Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi,” ucap Kancil, yang melihat dari
kejauhan. “Ia datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya diam saja, dan Pak
Tani meninggalkannya sendirian di tengah ladang?”
Lama sekali Kancil menunggu kepergian teman Pak Tani.
Akhirnya dia tak tahan. “Ah, lebih baik aku ke sana,” kata Kancil memutuskan. “Sekalian
minta maaf karena telah mencuri timun Pak Tani. Siapa tahu aku malah diberinya
timun gratis.”
“Maafkan saya, Pak,” sesal Kancil di depan orangorangan
ladang itu. “Sayalah yang telah mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar
sekali. Bapak tidak marah, kan?”
Tentu saj,a orang-orangan ladang itu tidak menjawab.
Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orang-orangan itu tetap diam. Wajahnya
tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil.
“Huh, sombong sekali!” seru Kancil marah. “Aku minta maaf
kok diam saja. Malah tersenyum mengejek. Memangnya lucu apa?” gerutunya.
Akhirnya Kancil tak tahan lagi. Ditinjunya orangorangan
ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak bisa ditarik?
Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua tangannya melekat
erat di tubuh boneka itu.
” Lepaskan tanganku! ” teriak Kancil j engkel. ” Kalau
tidak, kutendang kau! ” Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh
orang-orangan itu. “Aduh, bagaimana ini?”
Sore harinya, Pak Tani kembali ke ladang. “Nah, ini dia
pencurinya! ” Pak Tani senang melihat jebakannya berhasil. “Rupanya kau yang
telah merusak ladang dan mencuri
timunku.” Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil.
“Katanya kancil binatang yang cerdik,” ejek Pak Tani. “Tapi kok tertipu oleh orang-orangan
ladang. Ha… ha… ha…. “
Kancil pasrah saja ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani.
Dia dikurung di dalam kandang ayam. Tapi Kancil terkejut ketika Pak Tani
menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate.
” Aku harus segera keluar malam ini j uga I ” tekad Kancil.
Kalau tidak, tamatlah riwayatku. “
Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur, Kancil
memanggil-manggil Anjing, si penjaga rumah. “Ssst… Anjing, kemarilah,” bisik
Kancil. “Perkenalkan, aku Kancil. Binatang piaraan baru Pak Tani. Tahukah kau?
Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di rumah Pak Lurah. Asyik, ya?”
Anjing terkejut mendengarnya. “Apa? Aku tak percaya! Aku
yang sudah lama ikut Pak Tani saja tidak pernah diajak pergi. Eh, malah kau
yang diajak.”
Kancil tersenyum penuh arti. “Yah, terserah kalau kau tidak
percaya. Lihat saja besok! Aku tidak bohong! “
Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta agar Kancil
membujuk Pak Tani untuk mengajakn-ya pergi ke pesta.
“Oke, aku akan berusaha membujuk Pak Tani,” janji Kancil.
“Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam. Bagaimana?” Anjing
setuju dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu kandang, dan
masuk. Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang.
“Terima kasih,” kata Kancil sambil menutup kembali gerendel
pintu. “Maaf Iho, aku terpaksa berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan
tolong sampaikan maafku padanya.” Kancil segera berlari meninggalkan rumah Pak
Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari kejadian sebenarnya ketika Kancil
sudah menghilang.
LEGENDA
MALIN KUNDANG
Legenda Malin Kundang : Pada
suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah
Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki
yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga
memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang
dengan mengarungi lautan yang luas.
Legenda dari
Sumatera Barat
Maka tinggallah
si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan
bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung
halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari
nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar
ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam,
ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi
berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak
dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari
nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri
seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah
menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda
kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang
mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud
Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya
menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan
perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh
ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang
berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini,
nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Kapal yang
dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu
Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang
ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah
perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak
laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh
bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal
tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya
tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin
segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang
terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin
Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya
menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa
yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama
kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi
kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin
Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu
Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya
telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga,
menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa
lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar
dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin
Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah
itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas
geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin
Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang
pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya
melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa
yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau
pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin
Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan
pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Wanita tak
tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang
pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan
ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu
ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis
yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut
Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh
anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak
durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya
sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi
sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan
badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin
Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi
sebuah batu karang
Lutung Kasarung
Cerita Rakyat Jawa Barat
Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri
bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,”
kata Prabu Tapa.
Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang.
Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung,
seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada
tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya
mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk
memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu
juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi
punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia
tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.
Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk
mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik
hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati
Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha
Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.
Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu
hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera
berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada
Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan
bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung
bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang
memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan
makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan
terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat
yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari
dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir
Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu
terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi
cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin
ditelaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat
adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai
di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan.
Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang
tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa
yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya
Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata
rambut Purbasari lebih panjang.
“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan
tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada
Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta
menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan
menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu
tunanganmu ?”.
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera
bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi
seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua
terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya
mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada
adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan
mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh
seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya
dihutan dalam wujud seekor lutung.
kisah Nyi Roro Kidul
Di suatu masa, hiduplah seorang
putri cantik bernama Kadita. Karena kecantikannya, ia pun dipanggil Dewi
Srengenge yang berarti matahari yang indah. Dewi Srengenge adalah anak dari
Raja Munding Wangi. Meskipun sang raja mempunyai seorang putri yang cantik, ia
selalu bersedih karena sebenarnya ia selalu berharap mempunyai anak laki-laki.
Raja pun kemudian menikah dengan Dewi Mutiara, dan mendapatkan putra dari
perkimpoian tersebut. Maka, bahagialah sang raja.
Dewi Mutiara ingin agar kelak
putranya itu menjadi raja, dan ia pun berusaha agar keinginannya itu terwujud.
Kemudian Dewi Mutiara datang menghadap raja, dan meminta agar sang raja
menyuruh putrinya pergi dari istana. Sudah tentu raja menolak. “Sangat
menggelikan. Saya tidak akan membiarkan siapapun yang ingin bertindak kasar
pada putriku”, kata Raja Munding Wangi. Mendengar jawaban itu, Dewi Mutiara pun
tersenyum dan berkata manis sampai raja tidak marah lagi kepadanya. Tapi
walaupun demikian, dia tetap berniat mewujudkan keinginannya itu.
Pada pagi harinya, sebelum
matahari terbit, Dewi Mutiara mengutus pembantunya untuk memanggil seorang
dukun. Dia ingin sang dukun mengutuk Kadita, anak tirinya. “Aku ingin tubuhnya
yang cantik penuh dengan kudis dan gatal-gatal. Bila engkau berhasil, maka aku
akan memberikan suatu imbalan yang tak pernah kau bayangkan sebelumnya.” Sang
dukun menuruti perintah sang ratu. Pada malam harinya, tubuh Kadita telah
dipenuhi dengan kudis dan gatal-gatal. Ketika dia terbangun, dia menyadari
tubuhnya berbau busuk dan dipenuhi dengan bisul. Puteri yang cantik itu pun
menangis dan tak tahu harus berbuat apa.
Ketika Raja mendengar kabar itu,
beliau menjadi sangat sedih dan mengundang banyak tabib untuk menyembuhkan
penyakit putrinya. Beliau sadar bahwa penyakit putrinya itu tidak wajar, seseorang
pasti telah mengutuk atau mengguna-gunainya. Masalah pun menjadi semakin rumit
ketika Ratu Dewi Mutiara memaksanya untuk mengusir puterinya. “Puterimu akan
mendatangkan kesialan bagi seluruh negeri,” kata Dewi Mutiara. Karena Raja
tidak menginginkan puterinya menjadi gunjingan di seluruh negeri, akhirnya
beliau terpaksa menyetujui usul Ratu Mutiara untuk mengirim putrinya ke luar
dari negeri itu.
Puteri yang malang itu pun pergi
sendirian, tanpa tahu kemana harus pergi. Dia hampir tidak dapat menangis lagi.
Dia memang memiliki hati yang mulia. Dia tidak menyimpan dendam kepada ibu
tirinya, malahan ia selalu meminta agar Tuhan mendampinginya dalam menanggung
penderitaan..
Hampir tujuh hari dan tujuh
malam dia berjalan sampai akhirnya tiba di Samudera Selatan. Dia memandang
samudera itu. Airnya bersih dan jernih, tidak seperti samudera lainnya yang
airnya biru atau hijau. Dia melompat ke dalam air dan berenang. Tiba-tiba,
ketika air Samudera Selatan itu menyentuh kulitnya, mukjizat terjadi. Bisulnya
lenyap dan tak ada tanda-tanda bahwa dia pernah kudisan atau gatal-gatal.
Malahan, dia menjadi lebih cantik daripada sebelumnya. Bukan hanya itu, kini
dia memiliki kuasa untuk memerintah seisi Samudera Selatan. Kini ia menjadi
seorang peri yang disebut Nyi Roro Kidul atau Ratu Pantai Samudera Selatan yang
hidup selamanya.
Kanjeng Ratu Kidul = Ratna
Suwinda
Tersebut dalam Babad Tanah Jawi
(abad ke-19), seorang pangeran dari Kerajaan Pajajaran, Joko Suruh, bertemu
dengan seorang pertapa yang memerintahkan agar dia menemukan Kerajaan Majapahit
di Jawa Timur. Karena sang pertapa adalah seorang wanita muda yang cantik, Joko
Suruh pun jatuh cinta kepadanya. Tapi sang pertapa yang ternyata merupakan bibi
dari Joko Suruh, bernama Ratna Suwida, menolak cintanya. Ketika muda, Ratna
Suwida mengasingkan diri untuk bertapa di sebuah bukit. Kemudian ia pergi ke
pantai selatan Jawa dan menjadi penguasa spiritual di sana. Ia berkata kepada
pangeran, jika keturunan pangeran menjadi penguasa di kerajaan yang terletak di
dekat Gunung Merapi, ia akan menikahi seluruh penguasa secara bergantian.
Generasi selanjutnya, Panembahan
Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Ke-2, mengasingkan diri ke Pantai Selatan,
untuk mengumpulkan seluruh energinya, dalam upaya mempersiapkan kampanye
militer melawan kerajaan utara. Meditasinya menarik perhatian Kanjeng Ratu
Kidul dan dia berjanji untuk membantunya. Selama tiga hari dan tiga malam dia
mempelajari rahasia perang dan pemerintahan, dan intrik-intrik cinta di istana
bawah airnya, hingga akhirnya muncul dari Laut Parangkusumo, kini Yogyakarta
Selatan. Sejak saat itu, Ratu Kidul dilaporkan berhubungan erat dengan
keturunan Senopati yang berkuasa, dan sesajian dipersembahkan untuknya di
tempat ini setiap tahun melalui perwakilan istana Solo dan Yogyakarta.
Begitulah dua buah kisah atau
legenda mengenai Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai
Selatan. Versi pertama diambil dari buku Cerita Rakyat dari Yogyakarta dan
versi yang kedua terdapat dalam Babad Tanah Jawi. Kedua cerita tersebut memang
berbeda, tapi anda jangan bingung. Anda tidak perlu pusing memilih, mana dari
keduanya yang paling benar. Cerita-cerita di atas hanyalah sebuah pengatar bagi
tulisan selanjutnya.
Kanjeng Ratu Kidul dan Keraton
Yogyakarta
Percayakah anda dengan cerita tentang
Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu Pantai Selatan? Sebagian
dari anda mungkin akan berkata TIDAK. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang
hidup dalam zaman atau lingkungan Keraton Yogyakarta. Mereka yakin dengan
kebenaran cerita ini. Kebenaran akan cerita Kanjeng Ratu Kidul memang masih
tetap menjadi polemik. Tapi terlepas dari polemik tersebut, ada sebuah fenomena
yang nyata, bahwa mitos Ratu Kidul memang memiliki relevansi dengan eksistensi
Keraton Yogyakarta. Hubungan antara Kanjeng Ratu Kidul dengan Keraton
Yogyakarta paling tidak tercantum dalam Babad Tanah Jawi (cerita tentang
kanjeng Ratu Kidul di atas, versi kedua). Hubungan seperti apa yang terjalin di
antara keduanya?
Y. Argo Twikromo dalam bukunya
berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas
tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan hidup.
Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan
dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan.
Sebagai sebuah hubungan
komunikasi timbal balik dengan lingkungan yang menurut masyarakat Jawa
mempunyai kekuatan yang lebih kuat, masih menurut Twikromo, maka penggunaan
simbol pun sering diaktualisasikan. Jika dihubungkan dengan makhluk halus, maka
Javanisme mengenal penguasa makhluk halus seperti penguasa Gunung Merapi,
penguasa Gunung Lawu, Kayangan nDelpin, dan Laut Selatan. Penguasa Laut Selatan
inilah yang oleh orang Jawa disebut Kanjeng Ratu Kidul. Keempat penguasa
tersebut mengitari Kesultanan Yogyakarta. Dan untuk mencapai keharmonisan,
keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat, maka raja harus mengadakan
komunikasi dengan “makhluk-makhluk halus” tersebut.
Menurut Twikromo, bagi raja Jawa
berkomunikasi dengan Ratu Kidul adalah sebagai salah satu kekuatan batin dalam
mengelola negara. Sebagai kekuatan datan kasat mata (tak terlihat oleh mata),
Kanjeng Ratu Kidul harus dimintai restu dalam kegiatan sehari-hari untuk
mendapatkan keselamatan dan ketenteraman.
Kepercayaan terhadap Ratu Kidul
ini diaktualisasikan dengan baik. Pada kegiatan labuhan misalnya, sebuah
upacara tradisional keraton yang dilaksanakan di tepi laut di selatan
Yogyakarta, yang diadakan tiap ulang tahun Sri Sultan Hamengkubuwono, menurut
perhitungan tahun Saka (tahun Jawa). Upacara ini bertujuan untuk kesejahteraan
sultan dan masyarakat Yogyakarta.
Kepercayaan terhadap Kanjeng
Ratu Kidul juga diwujudkan lewat tari Bedaya Lambangsari dan Bedaya Semang yang
diselenggarakan untuk menghormati serta memperingati Sang Ratu. Bukti lainnya
adalah dengan didirikannya sebuah bangunan di Komplek Taman Sari (Istana di
Bawah Air), sekitar 1 km sebelah barat Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yang
dinamakan Sumur Gumuling. Tempat ini diyakini sebagai tempat pertemuan sultan
dengan Ratu Pantai Selatan, Kanjeng Ratu Kidul.
Penghayatan mitos Kanjeng Ratu
Kidul tersebut tidak hanya diyakini dan dilaksanakan oleh pihak keraton saja,
tapi juga oleh masyarakat pada umumnya di wilayah kesultanan. Salah satu
buktinya adalah adanya kepercayaan bahwa jika orang hilang di Pantai
Parangtritis, maka orang tersebut hilang karena “diambil” oleh sang Ratu.
Selain Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat, mitos Kanjeng Ratu Kidul juga diyakini oleh saudara mereka,
Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam Babad Tanah Jawi memang disebutkan bahwa
Kanjeng Ratu Kidul pernah berjanji kepada Panembahan Senopati, penguasa pertama
Kerajaan Mataram, untuk menjaga Kerajaan Mataram, para sultan, keluarga
kerajaan, dan masyarakat dari malapetaka. Dan karena kedua keraton (Yogyakarta
dan Surakarta) memiliki leluhur yang sama (Kerajaan Mataram), maka seperti
halnya Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta juga melaksanakan berbagai bentuk
penghayatan mereka kepada Kanjeng Ratu Kidul. Salah satunya adalah pementasan
tari yang paling sakral di keraton, Bedoyo Ketawang, yang diselenggarakan
setahun sekali pada saat peringatan hari penobatan para raja. Sembilan orang
penari yang mengenakan pakaian tradisional pengantin Jawa mengundang Ratu Kidul
untuk datang dan menikahi susuhunan, dan kabarnya sang Ratu kemudian secara
gaib muncul dalam wujud penari kesepuluh yang nampak berkilauan.
Kepercayaan terhadap Ratu Kidul
ternyata juga meluas sampai ke daerah Jawa Barat. Anda pasti pernah mendengar,
bahwa ada sebuah kamar khusus (nomor 308) di lantai atas Samudera Beach Hotel,
Pelabuhan Ratu, yang disajikan khusus untuk Ratu Kidul. Siapapun yang ingin
bertemu dengan sang Ratu, bisa masuk ke ruangan ini, tapi harus melalui seorang
perantara yang menyajikan persembahan buat sang Ratu. Pengkhususan kamar ini adalah
salah satu simbol ‘gaib’ yang dipakai oleh mantan presiden Soekarno.
Sampai sekarang, di masa yang
sangat modern ini, legenda Kanjeng Ratu Kidul, atau Nyi Roro Kidul, atau Ratu
Pantai Selatan, adalah legenda yang paling spektakuler. Bahkan ketika anda membaca
kisah ini, banyak orang dari Indonesia atau negara lain mengakui bahwa mereka
telah bertemu ratu peri yang cantik mengenakan pakaian tradisional Jawa. Salah
satu orang yang dikabarkan juga pernah menyaksikan secara langsung wujud sang
Ratu adalah sang maestro pelukis Indonesia, (almarhum) Affandi. Pengalamannya
itu kemudian ia tuangkan dalam sebuah lukisan.
Patih
Gajah Mada
Patih Gajah Mada yang akhirnya menjadi Mahapatih,
mula-mula bekerja di kerajaan hanya sebagai bekel. Tidak ada data yang bisa
menyebutkan kapan dan di mana Gajah Mada lahir.
Mengawali karir di Majapahit sebagai bekel,
karirnya cepat menanjak setelah berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara
(1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti. Ia pun diangkat sebagai Patih
Kahuripan (1319). Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Patih Majapahit, Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin
mengundurkan diri dari jabatannya (1329). Ia
menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya, walau tak langsung
menyetujui. Ia ingin membuktikan baktinya pada Majapahit dengan menaklukkan
Keta dan Sadeng yang sedang memberotak. Keta dan Sadeng pun takluk, Patih Gajah
Mada oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai patih di Majapahit (1334).
Dalam upacara pengangkatan ini Gajah Mada mengucap Sumpah
Palapa. Ia bersumpah baru mau menikmati buah palapa atau rempah-rempah yang
berarti kenikmatan duniawi jika telah menaklukkan Nusantara.
Tercatat di kitab Pararaton, “ Sira Gajah Mada pepatih
amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada, Lamun huwus kalah
nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram,
Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, samana ingsun amukti palapa.” (Gajah Mada sang Maha Patih tak akan
menikmati palapa, berkata Gajah Mada “Selama aku belum menyatukan Nusantara,
aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram,
Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, aku takkan mencicipi palapa).
Walau ada yang meragukan, Patih Gajah Mada hampir berhasil
menaklukkan Nusantara.
Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi
(Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa
(Sumatra) telah ditaklukkan. Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung
Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit,
Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak,
Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku,
Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Ketika Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) menggantikan
Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke timur
seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali,
Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar,
Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor,
dan Dompo.
Kitab Kidung Sunda menceritakan bahwa Perang Bubat (1357)
bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda
sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima Kerajaan Sunda,
rombongan besar Kerajaan Sunda pun ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan.
Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, menginginkan Dyah Pitaloka sebagai
persembahan sebagai pengakuan kekuasaan Majapahit. Karena pihak Sunda menolak,
pecah pertempuran yang tidak seimbang. Perang terjadi di Bubat, tempat
penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan
rombongannya gugur. Akibatnya Patih Gajah Mada dinonaktifkan.
Nagarakretagama menceritakan hal yang berbeda. Hayam Wuruk
sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana,
serta setia berbakti kepada negara. Raja pun menganugerahkan dukuh
“Madakaripura” di Tongas, Probolinggo. Ada pendapat, 1359 Gajah Mada diangkat
kembali sebagai patih dan memerintah dari Madakaripura.
Gajah Mada disebutkan meninggal dunia tahun 1286 Saka atau
1364 Masehi. Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung untuk
membantunya menyelenggarakan negara.
Putri salju
Suatu waktu, hiduplah seorang Ratu di sebuah
kerajaan. Ratu ini adalah wanita tercantik di seluruh negeri dan sangat bangga
dengan kecantikannya. Ratu memiliki Cermin Ajaib yang dapat menjawab setiap
pertanyaan. Setiap pagi, Ratu berdiri di hadapan Cermin Ajaib dan bertanya
kepada Cermin Ajaib, “Wahai Cermin Ajaib di dinding, siapakah wanita tercantik
di negeri ini?”. Setiap hari pula Cermin Ajaib akan menjawab, “Ratuku adalah
yang paling cantik di negeri ini”.
Suatu hari, saat pertengahan musim dingin, saat
salju jatuh seperti bulu dari langit, Ratu duduk di dekat jendela yang dipigura
oleh kerangka kayu berwarna hitam. Sambil menjahit, dia menatap salju hingga
tak sengaja jarinya tertusuk jarum jahit. Tiga tetes darah jatuh dari jari Ratu
yang terluka. Darah tersebut jatuh di atas salju, merah di atas putih, tampak
begitu cantik. Melihatnya, Ratu kemudian berpikir, “Andai saja aku punya anak
dengan kulit seputih salju, bibir semerah darah, dan rambut sehitam bingkai
jendela ini”. Tak lama kemudian, sang Ratu pun memiliki anak dengan kulit
seputih salju, bibir semerah darah, dan rambut sehitam bingkai jendela. Dia
dipanggil, Putri Salju.
Waktu terus berjalan dan Putri Salju tumbuh menjadi
gadis remaja. Kecantikannya sudah melampaui kecantikan Ratu. Suatu hari, Ratu
kembali bertanya kepada Cermin Ajaib, “Wahai Cermin Ajaib di dinding, siapakah
wanita tercantik di negeri ini?”. Saat itu Cermin Ajaib menjawab, “Ratuku
adalah yang paling cantik di negeri ini, tetapi Putri Salju seribu kali lebih
cantik daripada Ratuku”. Sejak saat itu, Ratu pun menjadi benci kepada Putri
Salju. Ratu merasa kecantikannya tersaingi oleh Putri Salju. Ratu berpikir
untuk menyingkirkan Putri Salju sehingga dia akan kembali menjadi wanita
tercantik di negeri ini.
Ratu pun memanggil pemburu dan menyuruhnya membawa
Putri Salju ke hutan. Pemburu itu diperintahkan untuk menikam Putri Salju
sampai mati, dan membawa paru-paru dan hati Putri Salju kembali ke Ratu. Ratu
ingin memasak paru- paru dan hati Putri Salju dengan garam dan memakannya,
untuk melampiaskan kebenciannya kepada Putri Salju.
Pemburu pun mengajak Putri Salju ke hutan. Ketika
pemburu mengambil pisau berburu untuk menusuk Putri Salju, Putri Salju mulai
menangis, dan memohon sungguh-sungguh agar pemburu itu tidak membunuhnya. Putri
Salju berjanji untuk melarikan diri ke hutan dan tidak pernah kembali. Pemburu
merasa kasihan padanya dan ia berpikir untuk melepaskan Putri Salju. Jika Putri
Salju berlari ke dalam hutan, maka Putri Salju akan dimakan oleh binatang buas.
Maka pemburu pun melepaskan Putri Salju dan menyuruhnya berlari ke dalam hutan.
Untuk memenuhi permintaan Ratu agar membawa paru-
paru dan hati Putri Salju, maka pemburu itu membunuh seekor babi hutan. Paru-
paru dan hati babi hutan tersebut diambil oleh pemburu dan dibawanya kembali ke
Ratu, sebagai bukti bahwa pemburu tersebut telah membunuh Putri Salju. Ratu pun
memasaknya dengan garam dan memakannya, mengira bahwa ia telah memakan paru-
paru dan hati Putri Salju.
Putri Salju sekarang sendirian di hutan besar. Dia
sangat takut dan mulai berlari. Dia berlari di atas batu-batu tajam dan ranting-
ranting pohon sepanjang hari. Akhirnya, saat matahari hampir terbenam, ia
datang ke sebuah rumah kecil. Rumah ini milik tujuh kurcaci. Mereka sedang
bekerja di tambang dan saat itu sedang tidak berada di rumah. Putri Salju pun
masuk ke dalam dan menemukan segala sesuatunya lebih kecil, tetapi tersusun
rapi dan teratur. Ada meja kecil dengan tujuh piring kecil, tujuh sendok kecil,
tujuh pisau kecil dan garpu, tujuh cangkir kecil, dan di dinding ada tujuh
tempat tidur kecil.
Putri Salju merasa lapar dan haus sehingga dia
memutuskan untuk mengambil sedikit sayuran dan roti dari setiap piring dan
minum setetes anggur dari setiap gelas. Karena begitu lelah, dia pun tidur di
salah satu tempat tidur. Ketika malam datang, tujuh kurcaci kembali dari
tempatnya bekerja. Mereka menyalakan tujuh lilin kecil mereka , dan melihat
bahwa seseorang telah berada di rumah mereka. Kurcaci pertama berkata, “Siapa
yang telah duduk di kursiku?”. Kurcaci kedua berkata, “Siapa yang telah makan
dari piringku?”. Kurcaci ketiga berkata, “Siapa yang telah makan rotiku?”.
Kurcaci keempat berkata, “Siapa yang telah makan sayuranku?”. Kurcaci kelima
berkata, “Siapa yang makan menggunakan garpuku?”. Kurcaci keenam berkata,
“Siapa yang telah memotong dengan pisauku?”. Kurcaci ketujuh berkata, “Siapa
yang telah minum dari cangkirku?”.
Mereka merasa heran dan penasaran, siapakah orang
yang telah masuk ke rumah mereka. Kemudian mereka menemukan Putri Salju sedang
tidur di salah satu tempat tidur mereka. Ketujuh kurcaci itu pun berlari mengelilingi
Putri Salju dan berseru takjub, “Dia begitu cantik”. Mereka sangat menyukai
Putri Salju dan membiarkannya tidur di tempat tidur mereka.
Ketika Putri Salju terbangun, mereka menanyakan
siapa dia dan bagaimana dia telah menemukan jalan ke rumah mereka. Putri Salju
bercerita bagaimana ibunya telah mencoba membunuhnya, bagaimana pemburu
membiarkannya hidup, bagaimana ia menjalankan seluruh hari, hingga akhirnya
datang ke rumah mereka. Para kurcaci merasa kasihan dan mengijinkan Putri Salju
tinggal di rumah mereka dengan syarat Putri Salju harus mencuci baju,
membersihkan rumah, memasak, dan mencuci untuk mereka. Selain itu, mereka juga
memperingatkan Putri Salju untuk tidak membiarkan siapa pun masuk ke dalam
rumah mereka.
Sementara itu di istana, Ratu berpikir bahwa dia
kembali menjadi wanita tercantik di seluruh negeri. Ratu pun kembali bertanya
kepada Cermin Ajaib, “Wahai Cermin Ajaib di dinding, siapakah wanita tercantik
di negeri ini?”. Cermin Ajaib pun menjawab, “Ratuku adalah yang paling cantik di
negeri ini, tetapi Putri Salju seribu kali lebih cantik daripada Ratuku”. Ratu
pun terkejut dan tahu bahwa pemburu sudah menipunya. Dia pun segera mencari
Putri Salju dan akan membunuhnya sendiri, karena Ratu tidak akan tenang sampai
Cermin Ajaib mengatakan bahwa Ratu adalah wanita tercantik di seluruh negeri,
bukan Putri Salju.
Ratu pun berpikir keras untuk dapat membunuh Putri
Salju. Dia menyamar sebagai wanita tua penjual pakaian dan merias wajahnya
sedemikian rupa sehingga tidak ada seorang pun yang mengenalinya. Ratu pun
pergi ke rumah kurcaci dan mengetuk pintunya, “Buka. Bukalah. Aku wanita tua
penjual pakaian”. Putri Salju tidak mengizinkan wanita tua itu masuk, sesuai
dengan pesan para kurcaci. Putri Salju hanya mengintip dari jendela dan
bertanya, “Apa yang kamu miliki?”. “Korset tali, Nak,” kata wanita tua dan
ditunjukkannya satu korset tali yang dijalin dari sutra kuning, merah, dan
biru. Putri Salju menyukainya dan membeli korset itu untuknya. Saat dia
memasang korset itu, wanita tua menawarkan untuk membantunya, “Kamu tidak
memasangnya dengan benar, kemarilah, aku akan melakukannya dengan lebih baik,”
dan wanita tua itu menarik tali korset dengan begitu ketat sehingga Putri Salju
tidak bisa bernafas. Putri Salju pun jatuh dan seolah- olah ia sudah mati.
Wanita tua itu merasa puas dan kembali ke istananya.
Malam pun datang dan ketujuh kurcaci kembali dari
tambang. Mereka menemukan Putri Salju tergeletak. Mereka mengangkatnya dan
menemukan bahwa Putri Salju mengikat tali korset terlalu erat. Ketujuh kurcaci
pun memotong tali korset sehingga Putri Salju dapat kembali bernafas. “Pasti
itu adalah Ratu yang coba membunuh kamu. Hati- hatilah. Jangan biarkan orang
lain masuk lagi,” kata ketujuh kurcaci.
Sementara itu di istana, Ratu berpikir bahwa dia
kembali menjadi wanita tercantik di seluruh negeri. Ratu pun kembali bertanya
kepada Cermin Ajaib, “Wahai Cermin Ajaib di dinding, siapakah wanita tercantik
di negeri ini?”. Cermin Ajaib pun menjawab, “Ratuku adalah yang paling cantik
di negeri ini, tetapi Putri Salju seribu kali lebih cantik daripada Ratuku”.
Ratu kembali terkejut. Dia pun menyusun rencana baru untuk membunuh Putri
Salju. Ratu pun membuat sisir beracun.
Ratu kembali menyamar menjadi penjual sisir dan
mengetuk pintu rumah tujuh kurcaci. Putri Salju tidak memperbolehkannya masuk.
Lalu Ratu mengeluarkan sisir dan mengatakan bahwa dia penjual sisir. Putri
Salju pun membukakan pintu dan membeli sisir. “Ayo, biarkan aku menyisir
rambutmu,” kata wanita penjual. Dia baru saja menempelkan sisir ke rambut Putri
Salju, sehingga membuat gadis itu jatuh dan mati. “Itu akan membuatmu terbaring
di sana,” kata Ratu.
Para kurcaci pulang tepat pada waktunya. Mereka
melihat apa yang telah terjadi dan menarik sisir beracun dari rambut Putri
Salju. Putri Salju membuka matanya dan hidup kembali. Dia berjanji pada
kurcacil untuk tidak membiarkan siapa pun masuk ke rumah tujuh kurcaci.
Sementara itu di istana, Ratu berpikir bahwa dia
kembali menjadi wanita tercantik di seluruh negeri. Ratu pun kembali bertanya
kepada Cermin Ajaib, “Wahai Cermin Ajaib di dinding, siapakah wanita tercantik
di negeri ini?”. Cermin Ajaib pun menjawab, “Ratuku adalah yang paling cantik
di negeri ini, tetapi Putri Salju seribu kali lebih cantik daripada Ratuku”.
Ratu sangat marah, “Putri Salju akan mati, walaupun imbalannya adalah nyawaku!”
Ratu masuk ke kamar rahasia nya dan membuat apel
beracun. Esoknya dia menyamar sebagai wanita tua penjual apel. Wanita tua itu
menawarkan apel kepada Putri Salju. Putri Salju menolaknya. “Jika kamu tidak
ingin, aku tak bisa memaksamu,” kata wanita tua, “Jika kamu takut, maka aku
akan memotong apel menjadi dua dan makan setengahnya. Ini, kamu makan setengah
yang kemerahan”. Apel itu dibuat begitu berseni dan hanya setengah yang
beracun. Ketika Putri Salju melihat bahwa wanita tua itu makan separuh bagian
dari apel itu, keinginan untuk mencicipi semakin kuat, sehingga ia akhirnya
membiarkan tangan wanita tua itu memberikan apel yang setengah lainnya melalui
jendela. Putri Salju menggigit apel tersebut, belum sampai habis Putri Salju
sudah jatuh ke tanah dan mati.
Ratu sangat senang. Dia pulang ke istana dan
bertanya pada Cermin Ajaib, “Wahai Cermin Ajaib di dinding, siapakah wanita
tercantik di negeri ini?”. Cermin Ajaib pun menjawab, “Ratuku adalah yang paling
cantik di negeri ini”. Ratu senang karena sekarang dia kembali menjadi wanita
paling cantik di negeri ini.
Malam itu para kurcaci pulang dari tambang. Putri
Salju tergeletak di lantai, dan dia sudah mati. Mereka tidak bisa menghidupkan
kembali. Mereka membaringkannya di atas usungan dan ketujuh kurcaci tersebut
duduk di sampingnya, menangis selama tiga hari. Mereka akan menguburkan dia,
tapi mereka melihat bahwa dia tetap segar. Dia tidak terlihat seperti orang
mati, dan dia masih memiliki pipi merah cantik. Mereka membuat peti kaca untuk
Putri Salju, dan meletakkan Putri Salju di dalamnya, sehingga dia bisa dilihat
dengan mudah. Mereka menulis nama Putri Salju di atas peti dalam huruf-huruf
emas, dan salah satu dari mereka selalu tinggal di rumah dan terus
mengawasinya.
Suatu hari seorang Pangeran muda datang ke rumah
kurcaci dan ingin tempat bermalam. Ketika dia masuk ke ruang tamu mereka, dia
melihat Putri Salju terbaring di peti kaca, begitu cantik diterangi oleh tujuh
lilin kecil. Pangeran meminta mereka untuk memberikan kepadanya, karena dia
tidak bisa hidup tanpa bisa melihatnya. Ketujuh kurcaci kasihan kepada Pangeran
itu dan memberikan peti kaca berisi Putri Salju kepada Pangeran.
Pangeran itu itu membawa peti mati ke istanaya dan
ditempatkan di sebuah ruangan di mana ia duduk di sampingnya setiap hari.
Setiap dia pergi, Peti kaca Putri Salju dibawa juga bersamanya. Pegawai istana
yang selalu membawakannya untuk Pangeran. Suatu hari mereka sangat marah
tentang hal ini, karena harus membawa peti kaca ke manapun Pangeran pergi.
Salah satu dari mereka membuka peti kaca, mengangkat tegak Putri Salju, dan
berkata, “Kami terganggu sepanjang hari, hanya karena seorang gadis yang mati,”
dan ia memukul punggung Putri Salju dengan tangan. Kemudian potongan apel yang
mengerikan keluar dari mulut Putri Salju dan Putri Salju hidup kembali. Akhir
dari cerita ini adalah pernikahan antara Pangeran dan Putri Salju.